1.
|
EKSPERIMENTASI
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN JIGSAW PADA POKOK BAHASAN SISTEM
PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR.
Oleh:
Idha Novianti
Program
Studi Pendidikan Matematika F-KIP Universitas Terbuka Tangerang Selatan
154118
1
Maret 2012
|
Model pembelajaran yang dapat
menempatkan siswa sebagai pusat belajar adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa belajara bersama dengan
kelompok-kelompok kecil yang salig membantu dan bekerja sama dalam memahami
pokok bahasan pelajaran atau tugasnya (Depdiknas,
2006:5).
Zakaria
dan Iksan (2007:37)
dalam penelitiannya yang berjudul promoting
cooperative learning in science and mathematics education menyatakan
penggunaan model pembelajaran kooperatif pada matematika dan ilmu sains
sangat efektif.
Model Pembelajaran Koooeratif Student
Team Achievement Devision (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan Teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam
Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang sederhana, dan merupakan
pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai
menggunakan pembelajaran kooperatif. Selain itu juga, Agustin (2005) dalam penelitiannya mengenai model pembelajaran
kooperatif Tipe Jigsaw, menyatakan bahwa presentasi belajar siswa yang
belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dapat
memberikan hasil belajar lebih baik.
|
Penelitian ini menggunakan tiga macam
motode untuk mengumpulkam data antara lain: Metode Tes yang digunakan untuk mengumpulkan data mengenai prestasi belajar matematika sisiwa. Metode Angket digunakan untuk mengetahui motivasi belajar
matematika siswa. dan Metode
Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data awal yaitu nama dan nilai
ulangan tengah semester (UTS) pada pelajaran matematika. Prasyarat analisis
menggunakan uji Liliefors untuk uji normalitas, uji homogenitas menggunakan
uji Bartlett, dengan menggunakan taraf signifikasnsi (α) = 5%
|
Dengan
melihat rataan marginal STAD sebesar 64,298 dan Jigsaw sebesar 59,711,
disimpulkan bahwa model pembelajaran STAD menghasilkan prestasi belajar yang lebih
baik dibandingkan dengan model pembelajaran Jigsaw.
Selain
itu juga temuan yang dihasilkan dalam penelitian ini yakni; dengan penggunaan
model pembelajaran STAD pembelajaran menjadi menyenangkan dan materi
pelajaran menjadi mudah dipahami. Oleh karena itu STAD dapat dijadikan salah
satu referensi model pembelajaran matematika yang dapat
meningkatkan
prestasi belajar matematika siswa.
Tidak
terdapat interaksi antara model pembelajaran.
|
Dengan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan calon guru untuk
meningkatkan kualitas prestasi belajar matematika siswa. Prestasi belajar
matematika siswa dapat ditingkatkan dengan memperhatikan model pembelajaran
yang digunakan. Pembelajaran matematika dengan STAD dapat dijadikan suatu
alternatif model pembelajaran apabila guru dan calon guru matematika ingin
melakukan proses pembelajaran matematika.
|
2.
|
MODEL DESAIN KURIKULUM PELATIHAN PROFESI GURU
VOKASIONAL BERBASIS TECHNOLOGICAL CURRICULUM
Oleh : Neni Rohaeni dan Yoyoh Jubaedah
(Dosen Jurusan PKK FPTK UPI)
12 Februari
2012
|
Pelatihan
merupakan mekanisme dalam mengembangkan kecakapan seseorang untuk
meningkatkan sumber daya manusia.Menurut Wenting, kurikulum pelatihan
melibatkan kegiatan-kegiatan yang penting dan sifatnya rumit. Dengan demikian
kurikulum pelatihan seyogyanya harus direncanakan dan didesain sedemikian
rupa agar memenuhi apa yang dibutuhkan oleh peserta pelatihan. Kebutuhan
merupakan kondisi dari ”apa yang ada” dan ”apa yang seharusnya” Wenting,1993; Gall & Borg, 2002).
Dengan
demikian hasil analisis dapat digunakan sebagai landasan dalam mengembangkan
model kurikulum pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme
guru vokasional dalam mengimplementasikan kurikulum di lapangan.
Wenting (1993)menyatakan
bahwa pengembangan program pelatihan merupakan desain utama dari aktivitas
pelatihan. Lebih lanjut Smith (1982) mengungkapkan
bahwa pengembangan program dalam aktivitas pelatihan merupakan proses yang
membuat pelatihan dilangsungkan secara sistematis.
Pelatihan
menurut Sikula (Sumantri, S.; 2001 :
2), adalah : ”Proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur
yang sistematis dan terorganisasi. Pengertian pelatihan menurut Nadler (Knowles, 1977) mengemukakan
bahwa: …those activities which designed to improve performance on the job
employes is presently doing or is being hired to do…The purpose of training
is to either introduce a new behavior or modify the existing behaviors so
that a particular and specified kind of behavior result. Pengertian pelatihan
tersebut menunjukkan bahwa pelatihan sebagai keseluruhan aktivitas dirancang
untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaan pegawai.
Tujuannya adalah memperkenalkan tingkah laku baru atau memodifikasi tingkah
laku pegawai saat ini sehingga menghasilkan perilaku atau sikap yang lebih
spesifik dan lebih baik. Pelatihan
menurut Sculer (Rosyid, 1997 : 40) mengemukakan bahwa : “training and
development is defined as the human resources prestice area whose focused is
identifying assessing, and through planned learning helping develop the key
competencies which enable to perform current job”. Pelatihan menurut Wills (1993: 10) merupakan serangkaian
aktivitas yang ditujukan kepada individu atau kelompok dalam suatu
organisasi, serta memiliki (1) Kejelasan tujuan, (2) Metode pengajaran
spesifik, (3) Melibatkan orang-orang tertentu, dan (4) Memiliki ‘assessing
objectives’.
|
Model
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1.
Model Desain Kurikulum Model desain
kurikulum ini dapat dikaji dari fokus pengajarannya, yaitu: (a) Subject
centered design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar;
(b) Learner centered design, suatu desain kurikulum yang mengutamakan
peranan siswa; dan (c) Problem centered design, desain kurikulum yang
berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat. Berdasarkan
organisasi kurikulum, model desain kurikulum meliputi: (1) Separated
subject curriculum (Isi kurikulum disusun dalam bentuk mata-mata
pelajaran); (2) Correlated curriculum (Isi kurikulum disusun dengan
menghubungkan mata-mata pelajaran yang terkait); (3) Broadfiled curriculum
(Isi kurikulum memadukan materi dari mata-mata pelajaran yang serumpun);
(4) Fused curriculum (Isi kurikulum merupakan paduan dari
sejumlah/semua mata pelajaran; dan (5) Integrated curriculum (Isi
kurikulum betul-betul terpadu, tidak jelas lagi asal mata pelajarannya).
2.
Model Konsep Kurikulum Model konsep
kurikulum yang dapat dijadikan dasar di dalam pengembangan kurikulum terdiri
dari empat model. Sesuai dengan yang dikemukakan Syaodih (2001), yaitu :
Model konsep kurikulum dari teori pendidikan klasik disebut kurikulum subjek
akademis, pendidikan pribadi disebut kurikulum humanistik, teknologi
pendidikan disebut kurikulum teknologis dan pendidikan interaksionis disebut
kurikulum rekonstruksi sosial. Dalam model konsep kurikulum ini, pendidikan
berfungsi untuk memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu.
|
Penelitian ini
merupakan studi pengembangan (Research anad Development) yang
dilaksanakan selama dua tahun. Metode penelitian yang digunakan pada tiap
tahap (tahun) berbeda sesuai dengan pentahapan dan tujuan penelitian.
Pada tahun pertama telah menghasilkan temuan
sebagai berikut
: (1) Kriteria pembelajaran vokasional yang ideal berdasarkan pendapat para
ahli, (2) Kriteria kompetensi yang harus dimiliki oleh guru voksional
berdasarkan pendapat para ahli, (3) Performance guru vokasional di
lapangan, (4) Identifikasi kebutuhan guru dalam melangsungkan pembelajaran
vokasional sesuai dengan kriteria ideal, (5) Model desain kurikulum pelatihan
berbasis Technological Curriculum yang sesuai dengan kebutuhan guru
vokasional.
Pada tahun kedua akan dilakukan : (1) Pengembangan
model desain kurikulum pelatihan guru vokasional berbasis Technological
Curriculum dengan melakukan uji validasi model oleh tim ahli. (2)
Penyempurnaan model desain kurikulum pelatihan profesi guru vokasional
berbasis Technological Curriculum untuk menghasilkan model final.
|
Kontribusi
Bagi Pengembangannya terdapat beberapa diantaranya:
1.
Guru
Vokasional. Guru vokasional sebagai pelaksana kurikulum seyogianya terus
berupaya untuk lebih meningkatkan kompetensinya secara profesional, sehingga
performance yang ditampilkan memenuhi tuntutan kompetensi tenaga pendidik
secara komperehensif.
2. Koordinator Penyelenggara Pendidikan dan
Latihan Profesi Guru.
Penyelenggaraan
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru seyogianya mengakomodasi harapan para
guru di lapangan sesuai dengan need assessment, khususnya berkaitan
dengan Model Desain Kurikulum Pelatihan Profesi Guru…., (Neni Rohaeni dan
Yoyoh Jubaedah) 53
substansi
materi pelatihan dan durasi waktu pelatihan, sehingga kompetensi para peserta
pelatihan menunjukkan peningkatan sesuai dengan tujuan yang harus dicapai.
|
3.
|
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER KERJA
KERAS DAN KERJA SAMADALAM PERKULIAHAN.
Oleh
Ikhwanuddin
FT
Universitas Negeri Yogyakarta
Tahun II, Nomor 2, Juni 2012
|
Karakter
adalah atribut atau ciri khususyang membentuk dan membedakan individu dan
kombinasi rumit antara mental dan nilai-nilai etika yang membentuk seseorang seseorang,
kelompok atau bangsa. Di pihak lain, Hasan
dkk. (2010) mengemukakan
bahwa
karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang
diyakini dan digunakan sebagai landasan cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak. Secara akademis, menurut
Lickonapendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan
budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, atau pendidikan akhlak yang
tujuannya mengembangkan
kemampuan
peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang
baik, dan mewujudkan kebaikan tersebut dalam kehidupan seharihari dengan
sepenuh hati (Zuchdi, 2009).
Schwartz
(Budiastuti, 2010)
mengemukakan bahwa pendidikan karakter sering digunakan untuk merujuk
bagaimana seseorang menjadi “baik”, yaitu orangyang menunjukkan kualitas
pribadi yang sesuai dengan yang diinginkan masyarakat. Pendidikan karakter
adalah usaha sengaja untuk mengembangkan kebajikan, baik untuk individu
maupun masyarakat.
Tujuan
pendidikan karakter adalah untuk membantu siswa untuk mengembangkan sikap yang
baik yang akan memungkinkan mereka untuk berkembang secara intelektual,
pribadi dan sosial (Boston
University
School of Education, 2002). Covey (Bassiouny, dkk, 2008) menyatakan:“As
dangerous as little knowledge is, even more dangerous is much knowledge
without a strong principled character” (sebahaya-bahayanyaorang yang
sedikit pengetahuan, lebih berbahaya
orang
yang banyak pengetahuan, namun karakternya tidak baik).Rich menyatakan ada beberapa nilai
yang
perlu dipelajari dan diajarkan di sekolah, yang dinamai sebagai Mega
Skills,
antara
lain: percaya diri (confidence), motivasi (motivation), usaha (effort),
tanggungjawab (responsibility), inisiatif (initiative),
kemauankuat (perseverence), kasih sayang
(caring),
kerja sama (team work) (Zuchdi
dkk, 2009).
Huitt (2000)
menjelaskan enampilar karakter yang dipilih oleh banyak sekolah di Amerika
Serikat untuk diterapkan dalam pembentukan karakter, yaitu trustworthiness(jujur
dan dapat percaya), responsibility
(bertanggung jawab), respect (menghormati
orang lain), fairness (keadilan), dan caring (peduli kepada
orang lain).
Ari Ginanjar, pencetus Emotional
Spiritual Quotient Way (ESQ-way) mengusulkan
tujuh nilai utama yang sekaligus
menjadi tujuh budi utama, di antaranya adalah:
jujur, tanggung jawab, disiplin, dan
kerjasama, serta peduli (Zuchdi, dkk.,
2009).Lickona dan Davidson (dalam Smith, 2006)menyatakan bahwa program
pendidikan karakter hendaknya mengajarkan nilai-nilai yang universal
tertentu, antara lain kerja keras, dan peduli, baik hati, dan saling
menghormati. Menurut Lickona (Husen,
dkk., 2010),ada tiga aspek penting dalam pendidikan karakter, yaitu (1)
tahu apa yang baik (knowingthe good atau disebut moral knowing);
(2) menyukai yang baik (desiring the good atau moral feeling);
dan (3) menjalankan yang baik (acting the good atau moral action).
|
Aspek
mtode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian
dilakukan lewat penelitiantindakan kelas
(PTK) yang meliputi empat langkah utama, yaitu: rencana tindakan, tindakan, observasi dan refleksi. Keempat langkah
ini dalam suatu penelitian tindakan disebut satu siklus .Observasi bertujuan
untuk
mengamati tindakan yang dilakukan. Observasi
dan tindakan berjalan pararel.Refleksi bertujuan untuk menganalisis sisi
positif dan negatif tindakan berdasarkan tujuan dan target penelitian. Siklus
tindakan diakhiri setelah ditemukan model indakan terbaik untuk mencapai
target penelitian.
|
Temuan
dan makna yang diperoleh dalam penelitian ini adalah
1.
Integrasi pendidikan karakter kerjakeras dan kerja
sama mampu memberisumbangan positif dalam pembentukankarakter dan berdampak
pada peningkatanprestasi akademik secara lebihmerata pada semua mahasiswa.
2.
Metode integrasi pendidikan karakter adalah (1)penyampaikan
nilai-nilai(value) karakter pada saat penyampaian“teori konstruksi”
sebagai dasar untuk menyelesaikan tugas; (2)penyampaiannilai-nilai dikaitkan
dengan “isi” materiteori konstruksi; (3) pemantauan internalisasinilai
melalui wawancara tentangproses pengerjaan dalam konsultasitugas mingguan.
3.
Indikator karakter kerja keras adalah kedisiplinan
berkonsultasi dan kualitastugas secara mingguan sesuai jadwal,sedangkan indikator
kerjasama adalahpembagian tugas, komunikasi, interaksi,dan inisiatif.
|
Sistem
pendidikan selama ini dianggaptelah gagal mengemban amanah pendidikan nasional,
yaitu membentuk manusia Indonesia yang utuh, cerdas, dan terampil sekaligus
bertakwa, berakhlak mulia, tertib, dan patuh hukum. Kini, disadari bahwa pendidikan
karakter sama pentingnya dengan pendidikan penguasaan pengetahuan dan
keterampilan penggunaan teknologi. Oleh sebab itu, pengintegrasian pendidikan
karakter dalam kurikulum, silabus, dan proses pembelajaran merupakan kebutuhan
mendesak yang harus segera direalisasikan secara nasional, dari tingkat sekolah
dasar sampai perguruan tinggi. Dengan demikian dengan adanya penelitian ini
dapat dikembangkan oleh para guru dalam pengintegrasian pendidikan karakter
dalam kurikulum, silabus, dan proses pembelajaran.
|
4.
|
MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA
PADA KONSEP LISTRIK
MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE JIGSAWPADA SISWA KELAS IX SMPN 43 BANDUNG.
Oleh:
Yani Nurhaeni
Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 12
No. 1
April 2011
|
Silberman (2001:160), membagi
prosedur/tahap jigsaw sebagai berikut: (1) Memilih materi belajar yang dapat
dipisah menjadi bagian-bagian. Sebuah bagian dapat disingkat seperti sebuah
kalimat atau beberapa halaman; (2) Menghitung jumlah bagian belajar dan
jumlah peserta didik dengan satu cara yang pantas, membagi tugas yang berbeda
pada kelompok yang berbeda,
kemudian
diminta untuk membaca, mendiskusi, dan mempelajari materi yang ditugaskan
kepada mereka; (3) Setelah selesai kemudian dibentuk kelompok jigsaw. Setiap
kelompok ada seorang
wakil dari
masing-masing kelopmpok dalam kelas, sehingga akan mengelompok siswa dengan permasalahan
yang sama; (4) Anggota kelompok ahli kemudian mengajarkan materi yang telah
dipelajari
dalam kelompok Jigsaw, kepada teman lain di kelompoknya; dan (5) Siswa
dikumpulkan
kembali menjadi kelas besar untuk membuat ulasan dan disisakan pertanyaan
guna memastikan pemahaman yang tepat bagi siswa.
|
Penelitian ini
menggunakan Metode Penelitian Tindakan
Kelasdengan tahapan sebagaiberikut: Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan-Refleksi.
Hasil dari refleksi siklus I selanjutnya akan digunakan untuk perencanaan
siklus II dengan tahapan sama dengan siklus I dan hasil
refleksi
siklus II akan di gunakan untuk perencanaan siklus III. hasil refleksi siklus
III akan di gunakan untuk perencanaan siklus IV.
|
Hasil temuan
dan hasil analisis hasil data yang diperoleh dilapangan,diperoleh temuan
sebagai berikut:
1.
Dengan menggunakan tindakan pembelajaran koopertif
tipe jigsaw pada konsep listrik ternyata dapat meningkatkan pemahaman siswa
terhadap pelajaran fisika pada konsep listrik. Meningkatnya pemahaman siswa
terhadap pelajaran fisika konsep listrik dapat dibuktikan darihasil tindakan
siklus I sampai siklus IV meningkatnya pemahaman siswa pada setiap
siklusmembuktikan adanya perubahan pada siswa dalam hal mengikuti belajar
siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini terutama
pada tingkat pemahaman.
2.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada
konsep listrik pada pelajaran fisikaternyata sangat antusias, aktif dan
efektif dapat dibuktikan dari hasil aktifitas belajar siswakelas IX SMPN 43
Bandung pada setiap siklus dan tergolong sangat meningkat dibuktikandengan tabel
rata-rata hasil aktivitas belajar siswa dan dalam bekerja dengan
kelompoknyasangat solid dan kompak.
3.
Sikap dan respon siswa terhadap pembelajaran
fisika pada konsep listrik dengan menggunakanpembelajaran kooperatif tipe
jigsaw sangat menyenangkan bagi siswa dan sangat semangat danrespon yang
positif baik dalam mengikuti pembelajaran maupun dalam bekerja sama
denganteman sekelompoknya sehingga dapat memahami konsep yang sedang
diajarkan dibuktikandengan diberi pernyataan pada setiap siswa berkaitan dengan
pembelajaran kooperatif tipejigsaw dan tekhnik ini pun dirasakan siswa
menyenangkan dan dominan menjawab ya dan setuju.
|
Kontribusi
Bagi Pengembangan dalam penelitian ini antara lain:
1.
Bagi sekolahHendaknya sekolah memberikan fasilitas
pengajaran yang memadai sehingga gurudapatmengembangkan kreasinya dengan
menggunakan berbagai model–model pembelajaran
2.
Bagi guru
Guru
hendaknya mampu menguasai betul prosedur untuk meningkatkan pemahaman siswadengan
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
3.
Bagi siswa
Dengan
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diharapkan dapat meningkatkan pemahamansiswa
pada konsep listrik
4.
Bagi Dinas Pendidikan
Diharapkan
dapat mengadakan pembinaan–pembinaan terhadap guru untuk meningkatkan
mutu
pendidikan.
|
5.
|
PERBANDINGAN
PENGGUNAAN MULTIMEDIA SECARA TUTORIAL DANPRESENTASI TERHADAP PENGUASAAN
KONSEP DAN KETERAMPILAN
PROSES
SAINS (KPS) PADA KONSEP SISTEM PERTAHANAN TUBUH.
Oleh: Eni
Nuraeni
(eni.bio_upi@yahoo.com)
Jurusan
Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.
Dadang
Machmudin
Tenten
Hermansyah
Jurnal
Pendidikan, Volume 13, Nomor 1, Maret 2012
|
Menurut
Rustaman et al. (2003) pengalaman belajar siswa akan semakin
bermakna jikasiswa aktif untuk mengamati suatu hal.Menurut Reeds (2006), terdapat suatu format yang dapat memperkaya
lingkungan belajardengan menampilkan informasi melalui berbagai variasi
penyampaian. Format tersebut adalah
multimedia.
Green dan
Brown (2002),
mendefinisikan
bahwa multimedia dapat dikatakan suatu metode penyampaian informasi dengan
menggunakan dua atau lebih variasi yang meliputi grafik (gambar dua dimensi),
audio, text dan interaktivitas (komponen navigasi pada suatu program
komputer).
Penggunaan
multimedia tidak hanya dapat digunakan dalam meningkatkan penguasaan
konsep.
Newby et al. (2006),
mengemukakan bahwa penggunaan multimedia dapat digunakan
dalam
mengajarkan keterampilan yang lebih tinggi. Senada dengan pernyataan
tersebut, Nuraeni (2006)mengemukakan
bahwa penggunaan multimedia interaktif dapat meningkatkan kemampuan inkuiri
siswa secara signifikan. Kemampuan inkuiri yang dimaksud di antaranya
keterampilan
berhipothesis,
interpretasi, prediksi, merencanakan percobaan, bertanya dan berkomunikasi. Kemampuan
inkuiri yang dimaksud tersebut termasuk juga ndicator dari keterampilan
proses sains.
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk membandingkan penggunaan multimedia
terhadappenguasaan konsep dan KPS pada konsep sistem pertahanan tubuh secara
tutorial dan presentasi.
|
Metode
penelitian yang digunakan yaitu Quasy Eksperiment.Desain yang
digunakan yaitupre-test post-test, nonequivalent multiple group design (Wiersma,
1995). Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini di antaranya pokok uji penguasaan konsep,
pokok
uji KPS, angket, wawancara
|
Temuan
yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu; penggunaan multimedia secara
tutorialmemberikan hasil yang lebih baik dibandingkan metode presentasi
terhadap penguasaan konsep sistem pertahanan tubuh.Banyak faktor yang
memungkinkan hal tersebut dapat terjadi, di antaranya adalah faktor
pengalaman
belajar dan pemenuhan terhadap kebutuhan belajarsiswa. Aspek motivasi yang timbul
dalam pembelajaran turutmempengaruhi hasil belajar. Dahar (1996) mengemukakan bahwa konsep-konsep yang dimiliki
seseorang akan terbentuk melalui pengalaman-pengalaman.
Dengan
demikian dapat
dikatakan
bahwa penggunaan metode tutorial akan
lebih memotivasi minat belajar siswa dibandingkan melalui metode presentasi. Angket yang
diberikan menunjukan bahwa metode tutorial
dapat
dikatakan lebih menyenangkan dibandingkan presentasi.Newby et al. (2006), menyatakan bahwa tutorial menyediakan
instruksi individual yangoptimal. Semua siswa mendapatkan perhatian individu
yang mereka butuhkan, sehingga
menyediakan
partisipasi tingkat tertinggi siswa. Penggunaan tutorial melalui komputer
dapat
mengatasi
tingkat perkembangan siswa. Siswa yang belajar lambat akan belajar sesuai
kecepatan belajarnya.Penggunaan
multimedia tidak hanya efektif untuk mengembangkan penguasaan konsepsaja.
Akan tetapi dapat digunakan untuk keterampilan yang lebih tinggi. Nuraeni (2006),
mengemukakan
bahwa penggunaan multimedia interaktif mampu meningkatkan kemampuan inkuiri.
Keterampilan inkuiri tersebut di antaranya meliputi keterampilan komunikasi
dan menerapkan konsep. Oleh karena itu penggunaan multimedia memungkinkan
untuk mengembangkan KPS yaitu keterampilan komunikasi dan menerapkan konsep.Metode tutorial memiliki
kelebihandalam hal tingginya tingkat interaktifitas siswa. Metode ini juga
menyediakan instruksi individual yang
optimal
dan mampu meningkatkan minat belajar siswa. Dengan demikian metode ini cocok
digunakan
terhadap pembelajaran secara individual. Metode
presentasi cocok digunakan untuk menangani jumlah siswa yang banyak,
sehingga memungkinkan siswa untuk mendapatkan informasi yang sama. Peran guru
pada metode presentasi juga memberikan pengaruh yang baik terhadap proses
pembelajaran (Newby et al.,
2006). Dengan demikian kedua metode yang digunakan berpotensi memberikan
kesempatan belajar yang baik kepada siswa.
|
Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan siswa
dalampembelajaran semakin meningkat. Siswa membutuhkan akses terhadap guru ndicator
al, waktu kelas yang memadai, pemenuhan material belajar, penyediaan ruang kerja,
dan sumber-sumber belajar yang mereka butuhkan di sekitar mereka (McLaughlin & Arbeider, 2008).
Siswa membutuhkan aksestersebut agar mereka mendapatkan pengalaman belajar
yang lebih bermakna, sehingga perlu adanya pemenuhan terhadap kebutuhan siswa
tersebut.
Berdasarkan
hal tersebut aspek proses perlu diperhatikan, dan pengamatan merupakan salah
satu dari keterampilan proses sains (KPS),
begitu pula keterampilan mengelompokan dan mengkomunikasikan. Oleh karena itu
KPS diperlukan dalam mengembangkan aspek proses dalam pembelajaran. Dengan
demikian hasilnya dapat digunakan untuk membantu siswa dalam kebermaknaan
belajar. Pengembangan proses pembelajaran dilakukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
siswa yang beragam.
Metode
pengajaran dengan menggunakan komputer sebagai tutor dapat menambah jumlah ”guru”
di dalam kelas (Newby et al., 2006).
Dengan demikian seorang guru dapat memperluas perhatiannya terhadap
pembelajaran di dalam kelas dengan bantuan multimedia, sehingga
kebutuhan
setiap siswa terhadap guru professional dapat dipenuhi.
|